(Baca & Bagikan) Penjelasan Mengenai Sebab Diharamkannya Pacaran (HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM)

Penjelasan Mengenai Sebab Diharamkannya Pacaran (HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM)

Istilah pacaran itu sebenarnya bukan bahasa aturan, karena pengertian dan  batasannya tidak sama untuk setiap orang. Serta sangat mungkin tidak selaras dalam setiap budaya. Karena itu kami tidak akan memakai istilah `pacaran` dalam dilema ini, supaya tak galat konotasi.

Penjelasan Mengenai Sebab Diharamkannya Pacaran (HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM)

1. Tujuan Pacaran

Terdapat beragam tujuan orang berpacaran. Ada yang sekedar iseng, atau mencari sahabat bicara, atau lebih jauh buat daerah mencurahkan isi hati. Serta bahkan ada juga yang memang mengakibatkan masa pacaran menjadi masa ta’aruf dan  penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan.

Tetapi tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan pada jenjang pernikahan. Poly diantara pemuda serta pemudi yg lebih terdorong sang rasa ketertarikan semata, sebab berasal sisi kedewasaan, usia, kemampuan finansial dan  persiapan lainnya dalam menghasilkan tempat tinggal   tangga, mereka sangat belum siap.

Secara lebih khusus, terdapat yg menduga bahwa masa pacaran itu menjadi masa penjajakan, media ta’aruf sisi yang lebih pada serta mencari kecocokan antar keduanya. Semua itu dilakukan karena nantinya mereka akan membuat rumah tangga. Dengan tujuan itu, sebagian adat di tengah warga  membolehkan pacaran. Paling tidak dengan cara membiarkan pasangan yang sedang pacaran itu melakukan aktifitasnya. Maka istilah apel malam minggu menjadi fenomena yang wajar serta disebut sebagai bagian dari aktifitas yg normal.


2. Apa yang Dilakukan waktu Pacaran ?

Lepas asal tujuan, secara umum  pada waktu berpacaran banyak terjadi hal-hal yg diluar dugaan. Bahkan beberapa penelitian mengungkapkan bahwa aktifitas pacaran pelajar serta mahasiswa kini   ini cenderung hingga pada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, jalan-jalan serta berduaan, namun data memberikan bahwa ciuman, rabaan anggota tubuh dan  bersetubuh secara langsung sudah merupakan hal yang biasa terjadi.

Sehingga kita juga sering mendengar istilah “chek-in”, yang awalnya ialah istilah pada global perhotelan buat menginap. Tetapi tidak sedikit hotel yang di hari ini berali berfungsi menjadi kawasan buat berzina pasangan pelajar dan  mahasiswa, juga pasanga-pasangan tidak syah lainnya. Bahkan hal ini telah sebagai bagian berasal huma pemasukan tersendiri buat beberapa hotel menggunakan memberi kesempatan chek-in secara short time, yaitu kamar yg disewakan secara jam-jaman buat ruangan berzina bagi para pasangan di luar nikah.

Pihak pengelola hotel sama sekali tidak mempedulikan apakah pasangan yg melakukan chek-in itu suami istri atau bulan, karena hal itu dianggap menjadi hak asasi setiap orang.

Selain di hotel, aktifitas percumbuan dan  korelasi seksual pada luar nikah pula sering dilakukan pada dalam rumah sendiri, yaitu memanfaatkan kesibukan ke 2 orang tua. Maka para pelajar serta mahasiswa mampu lebih bebas melakukan korelasi seksual di luar nikah pada pada tempat tinggal   mereka sendiri tanpa kecurigaan, pengawasan dan  perhatian asal anggota keluarga lainnya.

Data menunjukkan bahwa seks pada luar nikah itu telah dilakukan bukan hanya oleh pasangan mahasiswa dan  orang dewasa, tetapi anak-anak pelajar menengah atas (SLTA) serta menengah pertama (SLTP) jua terbiasa melakukannya. Pola budaya yang permisif (serba boleh) sudah menjadikan korelasi pacaran sebagai legalisasi kesempatan berzina. Dan  terbukti menggunakan maraknya masalah `hamil pada luar nikah` dan  aborsi ilegal.

Kabar serta data lebih amanah berbicara pada kita ketimbang apologi. Maka jelaslah bahwa praktek pacaran pelajar dan  mahasiswa sangat rentan dengan perilaku zina yg oleh sistem aturan pada negeri ini sama sekali tidak tidak boleh. Karena buat sistem aturan sekuluer warisan penjajah, zina merupakan hak asasi yang wajib  dilindungi. Sepasang pelajar atau mahasiswa yang berzina, tidak bisa dituntut secara hukum. Bahkan Jika seks bebas itu membuat eksekusi berasal Allah berupa AIDS, para pelakunya justru akan diberi simpati.

3. Pacaran pada Pandangan Islam

Penjelasan Mengenai Sebab Diharamkannya Pacaran (HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM)

a. Islam Mengakui Rasa Cinta

Islam mengakui adanya rasa cinta yg terdapat dalam diri insan. Ketika seseorang mempunyai rasa cinta, maka hal itu artinya pemberian  yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan  lain-lainnya.

`Dijadikan indah  pada manusia kecintaan kepada apa-apa yg diingini, yaitu: perempuan  -perempuan  , anak-anak, harta yg banyak berasal jenis emas, perak, kuda pilihan, hewan-hewan ternak serta sawah ladang. Itulah kesenangan hayati di global, serta di sisi Allah-lah daerah kembali yang baik .`(QS. Ali Imran :14).

Spesifik kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu menggunakan perlakuan yg baik, bijaksana, jujur, ramah serta yang paling penting berasal seluruh itu merupakan penuh menggunakan tanggung-jawab. Sebagai akibatnya Jika seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik.

Rasulullah SAW bersabda,`Orang yang paling baik diantara kamu artinya orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan  saya ialah orang yg paling baik terhadap istriku`.


B. Cinta pada Lain Jenis Hanya terdapat dalam Wujud Ikatan Formal

tetapi pada konsep Islam, cinta pada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan pada antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka di hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat serta ketertarikan sesaat.

Sebab cinta pada pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yg tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting serta sejenisnya. Akan tetapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar serta pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan sang orang banyak.

Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan pada ayah kandung wanita itu. Maka seseorang pria yang bertanggung-jawab akan berikrar dan  melakukan ikatan untuk mengakibatkan perempuan   itu sebagai orang yg menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya serta menjadi `pelindung` serta `pengayomnya`. Bahkan `merogoh alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.

Menggunakan ikatan itu, jadilah seseorang laki-laki  itu `pria sejati`. Karena dia sudah sebagai suami berasal seseorang perempuan  . Serta hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki  itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas pria iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi “the real man”.

Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yg membolehkan terjadinya hubungan-hubungan yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium serta juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli kepercayaan  Islam saja, tapi hampir seluruh kepercayaan  mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah kepercayaan  Islam jua, tetapi karena terjadi defleksi akbar hingga problem sendi yg paling utama, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.

Sedangkan pemandangan yang kita lihat dimana terdapat orang Islam yg melakukan praktek pacaran dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang sudah terlalu jauh asal agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi di warga Islam yg nota bene masih sangat kental menggunakan keaslian agamanya, akan tetapi masyakat dunia ini memang benar-sahih sudah dilanda degradasi kepercayaan .

Barat yang mayoritas nasrani justru artinya asal berasal hura-hura dan  permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan buruk  itu terjadi jua di sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Akan tetapi lihatlah bahwa dekadensi ini pula terjadi di kepercayaan  lain, bahkan justru lebih parah.

C. Pacaran Bukan Cinta

Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yg berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu merupakan media buat saling mencinta satu sama lain. Karena sebuah cinta sejati tidak berbentuk sebuah ta’aruf singkat, misalnya menggunakan bertemu pada suatu kesempatan tertentu kemudian saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan  diteruskan menggunakan janji bertemu langsung.

Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, karena yg terjadi ialah kencan dan  bersenang-suka . Sama sekali tidak terdapat ikatan formal yg resmi dan diakui. Juga tak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada kepastian ihwal kesetiaan serta seterusnya.

Padahal cinta itu merupakan mempunyai, tanggung-jawab, ikatan syah serta sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, seluruh instrumen itu tidak terdapat, sebagai akibatnya kentara sekali bahwa pacaran itu sangat tidak sinkron dengan cinta.

Baca Juga : 

D. Pacaran Bukanlah Penjajakan / ta’aruf

Bahkan jika pun pacaran itu dianggap menjadi wahana buat saling melakukan penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yg benar. Sebab penjajagan itu tidak adil serta kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yg diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.

Dalam format mencari pasangan hidup, Islam sudah memberikan panduan yg kentara wacana apa saja yg perlu diperhitungkan. Contohnya sabda Rasulullah SAW ihwal 4 kriteria yang terkenal itu.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,`perempuan   itu dinikahi karena 4 hal : 

[1] hartanya, 
[2] keturunannya, 
[3] kecantikannya serta 
[4] agamanya. 

Maka perhatikanlah agamanya engkau  akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor  4700, Muslim Kitabur-Radha` Bab Istihbabu Nikah zatid-diin angka 2661)

Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan Bila ketika seseorang menentukan pasangan hayati buat mengetahui hal-hal yg tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung sang yg bersangkutan. Maka dalam duduk perkara ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat krusial.

Inilah proses yg dikenal dalam Islam menjadi ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat serta objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yg sedang kencan artinya menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti menggunakan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum serta mencari kawasan-tempat yg latif dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.

Istri tidak selalu pada kondisi bermake-up, tidak setiap waktu berbusana terbaik dan  juga lebih sering bertemu menggunakan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan  acak-acakan. Bahkan tempat tinggal   yang mereka tempati itu bukanlah kawasan-kawasan latif mereka dulu kunjungi sebelumnya. Sesudah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yg kondisinya jauh asal suasana romantis waktu pacaran.

Maka kesan latif saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus pada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Menggunakan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yg amanah, sebaliknya bisa dikatakan sebuah penyesatan serta pengelabuhan.

Dan  tidak heran Bila kita dapati pasangan yang cukup usang berpacaran, tetapi segera mengurus perceraian belum usang sesudah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan  membina tempat tinggal   tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.

0 Response to "(Baca & Bagikan) Penjelasan Mengenai Sebab Diharamkannya Pacaran (HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel